Setelah beberapa pekan lalu Zulfi Mursal melontarkan isu gender dalam kampanye pasangan Alfedri-Husni soal "Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin". Kemudian pernyataan dalam bentuk video itu viral dan mendapat kecaman dari banyak pihak. Kini, ketua timses Alfedri-Husni ini melancarkan ancaman kepada penerima beasiswa unggulan PKH. Ancaman ini dilakukan secara terang-terangan saat kampanye di Tualang. Katanya, jika tidak memilih Alfedri-Husni, maka penerima beasiswa PKH akan dicabut.
Hal ini mungkin dilakukannya berdasarkan dari bocoran hasil survey yang beredar, incumbent Alfedri-Husni di Siak diprediksi bakal tumbang. Suaranya anjlok parah dan diprediksi tak akan terpilih kembali. Indikasinya adalah hampir di setiap titik kampanyenya sepi. Untuk mendatangkan massa, timnya harus melakukan segala cara.
Makin kesini, saya tidak melihat pilihan isu politiknya diminati publik Siak. Justru yang terjadi sebaliknya. Zulfi Murshal sebagai Jurkam 03, kerap melontarkan statemen yang kontra produktif. Sehingga memantik kegaduhan di ruang publik.
Zulfi lupa, reformasi itu lahir akibat perilaku kepemimpinan yang otoriter era orde baru. Prilaku kepemimpinan yang otoriter memiliki kecenderungan intimidatif. Sehingga kampanye yang mengadopsi pola intimidatif tentu akan mendapatkan perlawanan publik. Masyarakat dimasa sekarang tidak akan mudah ditakut-takuti. Apalagi dengan isu isu receh semacam penghapusan beasiswa PKH jika tidak memilih Alfedri-Husni.
Keterbukaan informasi publik telah menjadi ruang bagi publik untuk mengakses informasi pembanding. Diseluruh Indonesia, sejak program PKH lahir, program turunanya semacam Gerayakan Ayo Kuliah sudah dijalankan. Hanya nama programnya saja yang berbeda beda dan pola pembiayaannya saja yang beragam. Ini adalah program dan gerakan Nasional, jadi jika ada kepala daerah yang akan menghapus itu tersebab beda pilihan politik, Dia sedang mengingkari amanat UUD 1945 yakni 'Mencerdaskan Kehidupan bangsa'. Mengangkangi sila Ke-5 Pancasila. Itu Gunanya Kepala Daerah paham amanat pembukaan UUD 45 dan Hafal Pancasila.
Isu isu yang diproduksi Zulfi lagi lagi menjadi kayu bakar bagi perlawanan publik terhadap prilaku arogan politisi. Kondisi yang demikian, tentu tidak menguntungkan bagi Alfedri-Husni. Zulfi seolah sedang memasang bom waktu yang akan meledak 16 hari mendatang. Atau seperti penyerang sepakbola yang bukanya membobol gawang lawan tapi justru melakukan gol bunuh diri.
Hari ini publik cenderung meminati gaya komunikasi politik yang mempertontonkan kesederhanaan. Bukan perilaku arogan. Bukan penekanan, apalagi diksi ancaman. Masyarakat hari ini itu seperti air, semakin ditekan maka semakin besar energinya untuk menghancurkan. Lebih lebih yang ditekan adalah orang lemah. Ancaman terhadap mereka tentu akan dibalas dengan Amarah.
Masyarakat hari ini sangat sadar bahwa kerahasian pilihan politiknya dijamin negara. Siapa yang mereka pilih tidak akan diketahui siapapun, kecuali tuhan mereka. Jadi bagaimana mungkin 03 bisa memilah KPM PKH yang tidak memilih mereka. Mereka KPM PKH mungkin memang miskin, tapi tidak bodoh. Apalagi rela dibodoh bodohi.
Amarah sudah terlanjur berserakan di laman sosial media. Gerakan "Ganti Bupati" semakin menggema. Publik sedang menunggu Apakah Zulfi akan segera meminta maaf atau memilih bungkam seperti sebelumnya. Jika bungkam adalah pilihannya maka elektabilitas 03 adalah taruhannnya. #TukangNgaret.