Thursday, April 20, 2017

PENDIDIKAN POLITIK DALAM KEMASAN MEDIA


Oleh: Achmad Rois)*

Sidang Panitia Khusus Angket Century sudah berlangsung berhari-hari. Penyiarannya ditelevisi secara langsung membuat masyarakat semakin mengerti desas-desus terpojoknya pemerintahan SBY. Ungkapan para pengamat politik dalam setiap wawancara yang disiarkan langsung ditelevisi sedikit banyak pasti berpengaruh terhadap paradigma masyarakat dalam menilai stabilitas nasional sejak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Hal ini semakin menarik dengan banyaknya kajian-kajian atau telaah dalam bentuk forum perdiskusian yang digelar oleh LSM, Organisasi-organisasi Independent dan Mahasiswa di kampus-kampus atau beberapa tempat yang mengundang perhatian publik.

Suasana sidang yang dapat kita saksikan langsung dari rumah atau diwarung-warung yang menyediakan televisi sebagai fasilitas pemanja pelanggannya, layaknya patut diacungi jempol. Selain sebagai fasilitas pendidikan politik, penyiaran sidang secara langsung adalah wujud dari sebuah sistem demokrasi yang transparan. Masyarakat tak bisa lagi dibohongi, mau tidak mau masyarakat sudah menyaksikan secara langsung bagaimana prosesi sidang berlangsung. Sebagai presiden, seharusnya SBY tak perlu lagi khawatir tentang isu-isu yang diklaim memojokkan pemerintah. Karena pada dasarnya sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini sudah mampu menjalani system politik demokrasi dalam kacamata individu, atau pemahaman subjektifnya masing-masing.

Media cetak dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan pemahaman dan ide masyarakat yang berkaitan dengan isu-isu politik atau fakta-fakta politik. Peradaban semacam ini secara fungsional harus senantiasa dipertahankan sinergitasnya dalam kacamata public. Dalam hal ini, public harus dimaknai masyarakat secara umum yang saat ini dilanda krisis kepercayaan dan haus akan figur seorang pemimpin yang tidak berpihak terhadap kepentingan pribadi ataupun golongan manapun.
Masyarakat membutuhkan contoh bagaimana memahami legislator politik dan kebijakan dalam bingkai hukum dan etika demokrasi. Lebih sempit lagi mungkin bisa kita maknai dengan etika persidangan. Selama puluhan tahun kita hanya mengenal istilah sidang tertutup, padahal pembahasan dalam sidang tersebut adalah tentang kepentingan khalayak ramai; rakyat. Kita dapat menyaksikan hasil sidang setelah keputusan sidang itu diketok dan baru berkomentar setelahnya, padahal setelah itu tak ada sama sekali yang mampu kita lakukan karena rapatnya pintu demokrasi dan rapinya disiplin dalam system politik saat itu. Saya tidak akan mengatakan bahwa sistem politik kita hari ini tidak disiplin atau tidak rapi. Tapi dari sisi lain, ada hal yang patut diberi apreisasi terutama terkait transparansi sidang dan pengambilan kebijakan yang dapat kita saksikan prosesnya secara langsung.

Kita sedang dihadapkan pada masalah besar keuangan bangsa dan desas-desus pemerintah yang terlibat langsung atau tak langsung dalam proses ini. Dan dalam hal ini kita sebagai rakyat kecil tak ada yang bisa diharapkan lebih banyak dari media selain eksistensi media dalam meliput hal apapun yang berkaitan dengan nasib kita sebagai kaum marginal. Sehingga kita tak lagi dibodohi oleh kepentingan-kepentingan sepihak kaum birokrat dan elite politik.

Masyarakat akan lebih mampu menentukan pilihan-pilihan selanjutnya tentang nasib dan kedaulatan mereka dengan pemahaman yang kondusif dan maksimal dari media cetak maupun elektronik. Saat ini dan sampai kapanpun fungsi media menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Selain sebagai wahana otentik penyalur ideology, media hendaknya mampu secara tranformatif mewadahi kreatifitas dan perkembangan pemahaman masyarakat, terutama yang berkaitan dengan alur kebijakan-kebijakan pemerintah.

Pada akhirnya, perjalanan politik di Negeri yang semakin lama semakin trenyuh ini harus dapat dinikmati secara utuh dalam bentuk pendidikan media sebagai wahana yang mempunyai pengaruh penting dalam mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah. Pemahaman politik adalah penting untuk setiap Warga Negara, karena peradaban dan kepribadian bangsa juga akan tercermin dari bagaimana pemahaman rakyat di Negara tersebut terhadap perpolitikan bangsanya.

)*  Penulis adalah aktivis Pusat Kajian Filsafat dan Theologi (PKFT) Tulungagung.

No comments:
Write comments