Wednesday, September 6, 2017

MEKKAH BUKAN LAGI TANAH SUCI


Oleh: Achmad Rois)*
Pembicaraan tentang agama adalah pembicaraan mencolok, kuno dan basi. Namun mengapa topik ini tidak pernah habis dan selesai dibahas sampai abad kapanpun. Apakah ini karena selalu ada hal menarik untuk dibahas dalam topik tersebut? Atau karena perbincangan tersebut sengaja diciptakan dengan harapan akan ada konflik yang kemudian tercipta dari hasil perbincangan itu? Atau karena konflik yang selalu ada inilah yang kemudian mengundang setiap orang tertarik membicarakan topik ini.
Keberagaman agama di muka bumi menjadi warna tersendiri dalam mewarnai fenomena sosial yang silih berganti. Kejadian-kejadian baik yang bersifat positif terhadap agama atau yang menghinakan agama sekalipun kerap sekali tampil dalam kacamata media. Kejadian dengan korban yang tidak bisa dikatakan sedikit ini sering meliputi sisa-sisa air mata konyol yang seharusnya tidak tercurah untuk itu. Berapa banyak anak-anak menjadi yatim karena dalih ilahiah dalam anarkisme mereka? Dan seberapa sering konflik penistaan agama menjadi perdebatan-perdebatan sengit antara politikus, agamawan bahkan seniman?
Islam dalam perkembangnnya secara kuantitas mencapai taraf yang cukup menggembirakan dari abad klasik sampai sekarang. Ini dipicu dari kefleksibelan ajaran islam itu sendiri, sehingga begitu mudah tertanam rapi dalam diri penganutnya. Selain itu, tingginya popolasi umat Islam diseluruh dunia menjadi faktor lain dari tingginya penganut Islam warisan. Kemudian pesatnya penyebaran ajaran Islam juga dikarenakan dari ke-universalan nilai-nilai Islam itu sendiri. Nilai-nilainya yang familiar dan logis seringkali memiliki pengaruh significan terhadap kedamaian dan ketentraman pribadi penganutnya.
Kemajuan inilah yang pada akhirnya menjadi masalah utama umat Islam sendiri. Mengapa demikian? Umat Islam yang kini berada dalam kebesaran secara kuantitas dan kualitas cenderung lupa pada jerih payah pembawanya (Muhammad). Mereka sedang terlena dalam kebesaran yang tanpa mereka sadari menjadi focus yang begitu mudah dimasuki oleh para orientalis. Umat Islam merasa dirinya aman dalam kejayaan yang pernah dicapainya dalam banyak peristiwa dimasa lalu. Sehingga sekarang mereka pikir adalah saat menikmati hasil itu, padahal hari ini adalah awal kehancuran.
Islam sebagai organisasi yang besar secara kuantitas dan pengaruh tentu tidak mudah dan begitu saja bisa dihancurkan. Maka dari itu jalur utama yang ditempuh para orientalis untuk menghancurkan umat Islam adalah melalui perpecahan. Karena hanya dengan jalur itulah mereka mampu melihat kekuatan persatuan umat Islam pada akhirnya melemah. Sekarang masalahnya justru ada pada kubu umat Islam itu sendiri. Para orientalis tidak perlu lagi bekerja terlalu keras untuk memecah belah persatuan umat Islam, karena tanpa mereka sadari, mereka telah terjebak dalam indahnya konsep pluralisme yang tidak mereka pahami secara utuh dari sisi aplikatif. Para orientalis hanya perlu mengakomodir setiap konflik yang terjadi dan pada akhirnya menjadi keuntungan yang begitu besar dari visi penghancuran yang nyata. Jadi, Islam tidak lagi perlu dihancurkan dari luar, karena yang di dalam sudah membawa panji-panji yang mampu menghacurkan bangunan kokoh itu lebih cepat.
Dari sisi pengaruh, Islam sudah tidak diragukan dan diceritakan lagi. Karena kenyataan akan berbicara lebih lantang dari apa yang mampu dibuat oleh cerita. Maka dari itu jalur kedua yang harus ditempuh adalah mendistorsi pengaruh tersebut. Orientalis sudah sejak lama menggiring dan menciptakan opini public kearah tersebut. Mereka menciptakan image-image negative secara significan terhadap sekecil-kecilnya konflik yang terjadi dalam kubu umat Islam, bahkan sampai pada konflik yang sifatnya personal sekalipun. Pencitraan negative ini semakin lama akan mengikis kuatnya pengaruh yang ditimbulkan umat Islam. Fakta yang sudah sangat jelas adalah perpecahan internal itu sendiri. Fakta ini mempunyai pengaruh significan dalam pencitraan negative dunia Islam yang akibatnya adalah skeptisme dan hilangnya kepercayaan dunia terhadap ajaran Islam yang universal dan penuh keindahan.
Ketiga adalah mencoba menghilangkan bukti nyata keberadaan dan kejayaan Islam dimasa lalu. Dengan apa mereka (para orientalis) melakukan ini? Salah satunya adalah dengan mencoba menghancurkan makam Nabi Muhammad dengan berbagai cara, dan penghancuran Masjidil Aqsha dengan berbagai alasan yang berujung pada kepentingan politis, ideologis dan financial. Salah satunya adalah dengan membentuk Jaringan Islam yang sekuler dan liberal kemudian menggelontorkan isu pelarangan ziaroh ke makam Nabi dengan pretensi akan mendekatkan diri pada kesyirikan. Kemudian jika anda berfikir, apakah keuntungan mereka jika proyek ini berhasil?
Menurut anda, adakah agama selain Islam yang memiliki bukti yang jelas dari sisi arkeologis seperti makam Nabi Muhammad SAW yang mulia. Kalaupun ada, saya belum menemukan dan meyakini keberadaannya (selain Islam). Dari sini jelaslah sudah bahwa jika makam Nabi berhasil mereka musnahkan, maka mudah saja bagi mereka mengombang-ambingkan keyakinan generasi Islam dimasa mendatang dengan memupuk benih-benih keraguan terhadap otentitas ajaran Islam. Yah, meskipun Alqur’an dan Hadist adalah sumber otentitas ajaran Islam, tapi pada siapa Alqur’an diturunkan dan Hadist dilekatkan jika bukan pada Rasulullah SAW? Ini merupakan agenda besar yang sudah mereka (orientalis) proyeksikan ratusan tahun yang lalu. Dan ini adalah bukti nyata keseriusan mereka untuk benar-benar memusnahkan tatanan peradaban Islam yang sudah kokoh selama berabad-abad.
Agenda besar mereka yang lain adalah menguasai pusat peribadatan umat Islam, yaitu Mekkah. Secara politis Saudi Arabia sudah sepenuhnya dikuasai oleh para orientalis. Bahkan ketundukan mereka melebihi kemampuan mereka melawan dan menghancurkan Negara orientalis tersebut. Masjidil Haram yang kita ketahui sebagai tanah suci dan tak pernah berhenti dikunjungi setiap tahun oleh ratusan ribu bahkan lebih umat Islam, sudah sejak lama dimanfaatkan oleh orientalis, paling tidak dari sisi financial. Buktinya, ada banyak bangunan megah bertuliskan arab namun jika dibaca, bacaannya sama sekali bukan seperti nama orang arab. Lalu nama siapa? Siapa lagi kalau bukan nama orientalis.
Mari kita perjelas, Mekkah dikunjungi ratusan ribu orang setiap tahun dari seluruh penjuru dunia. Mereka butuh tempat bermalam selama disana. Kemudian pemerintah Saudi membangunkan hotel-hotel untuk mereka sewa dan tempati sementara. Benar-benar tujuan mulia bukan? Tapi mari kita teruskan. Jika hotel-hotel itu benar-benar dibangun oleh orang Saudi, atau paling tidak orang arab, berarti hotel-hotel tersebut dinamai dengan nama-nama orang arab, atau paling tidak dengan istilah-istilah arab. Tapi apa yang anda temui? Nama itu sama sekali bukan nama orang arab, meskipun namanya ditulis dengan tulisan arab. Lalu apa yang jadi permasalahan? Masalahnya tentu nama siapakah itu? Islamkah atau bukan? Jika bukan, siapa dia dan apa kepentingannya? Itu adalah nama bangsa non-Islam yang tidak mau disebut orientalis. Tapi perlu kita ketahui bahwa 1% dari hasil hotel-hotel tersebut adalah biaya yang dialokasikan untuk membiayai agenda penghancuran umat Islam dimuka bumi.
Terlalu panjang jika harus menguak fakta tentang mulianya kaum yahudi ditanah arab. Biarlah anda temukan sendiri nanti, agar mata anda lebih terbuka dan menanggapi fenomena ini dengan fikiran yang jernih. Tulisan ini didedikasikan untuk seluruh umat Islam yang masih peduli terhadap keislamannya. Paling tidak, mulailah menyadari kebodohan kita sehingga begitu mudahnya kita dipecah belah dan diadu domba. Begitu mudahnya SDA dan SDM kita dieksploitasi untuk menghancurkan diri kita sendiri. Dan yang paling parah, cara pandang dan pola pikir kita yang sudah dikonstruk dalam satu kata yang paling kotor, yaitu M.O.D.E.R.N.
)* Penulis adalah Pengiat literasi di Kabupaten Siak.

No comments:
Write comments