Wednesday, September 6, 2017

Penjajahan Tanpa Akhir


Oleh: Achmad Rois)*
Indonesia adalah Negara besar dengan pengalaman penjajahan yang matang. Kematangan ini menjadi sesuatu yang sama sekali tidak bisa dilupakan bahkan dipisahkan dari prilaku kehidupan sehari-hari setiap manusia yang hidup dan menghirup udara di atas tanah airnya. Kehadiran para kolonial yang begitu lama sudah cukup untuk menginfiltrasi segala hal yang menjadi pedoman serta pandangan hidup sebuah bangsa yang pernah dijajahnya. Mereka merasuki setiap aspek kehidupan mulai dari caranya berpikir sampai dengan caranya berpakaian. Berpikir sebagai penjajah, berpakaian seperti penjajah dan bertindak hampir seperti Tuhan.
Aku tidak tau seperti apa Tuhan, tapi aku tahu apa yang tidak seperti Tuhan. Tuhan memang maha kaya, tapi Tuhan tidak pernah serakah. Tuhan memang maha memaksa, tapi Tuhan memberi kita banyak sekali pilihan. Tuhan memang maha kuat, tapi Tuhan tak pernah menindas yang lemah. Tuhan memang maha kuasa, tapi Tuhan tidak otoriter. Tuhan hampir maha segalanya, tapi Tuhan tak ingin memiliki segalanya dari kita. Beliau hanya ingin kita menyisihkan waktu kita untuk mengingat dan berprilaku seperti apa yang kita pahami tentang Dia. Tuhan tidak pernah memaksakan persepsi kita tentang-Nya, tapi Beliau menyediakan begitu banyak tanda untuk kita pahami melalui berpikir, meskipun sesekali melalui intuisi.
Deskripsi kolonial ini menjadi semakin terkenal karena kebanyakan orang tidak suka dijajah. Karena itu para guru di sekolah selalu memperkenalkan apa yang menjadi karakteristik para penjajah. Dan karena itu semakin diperkenalkan, semakin banyak pula yang tidak ingin disebut penjajah, meski mereka sebenarnya ingin menjadi penjajah. Menjadi penjajah tidak harus terlalu pandai, mereka hanya perlu terlihat seperti orang pandai. Ini tentu sudah dibuktikan oleh sejarah, konon bangsa belanda adalah bangsa yang paling bodoh dan emosional di eropa pada masa itu, tapi kenapa mereka mampu menjajah Indonesia begitu lama. Karena kita terlalu bodohkah, atau memang kita waktu itu kurang beruntung.
Sekarang, hari ini, klaim bahwa Indonesia sudah merdeka merupakan timangan paling efisien untuk meninabobokkan kita dari penjajahan, yang bahkan dilakukan oleh bangsa kita sendiri. Oleh orang-orang yang haus kenikmatan dan tidak pernah kuasa melawan keserakahan. Mereka tidak sadar bahwa mereka sebenarnya sedang dijajah oleh perutnya sendiri. Mereka merasa perlu memperjuangkan kebebasan mereka sendiri, tanpa sadar bahwa dalam dirinya ada penjajah yang tidak pernah mampu mereka tumpas kecuali dengan dua hal. Pertama, merasa puas dengan apa yang sudah mereka miliki dan, kedua, berhenti menuruti apa yang ingin mereka miliki, karena keinginan itu tak akan pernah berakhir selama hidup dalam dunia fatamorgana ini.
Faktanya, mereka merasa sudah menjadi penguasa sementara mereka sebenarnya sedang dikuasai oleh sesuatu yang tidak mereka sadari. Ketidak tahuan dan keserakahan membuatnya merasa bebas dalam belenggu jeruji yang tak terlihat. Kekuasaan dalam pengertian ini adalah sebuah terminal kepongahan, dimana yang ada di sana hanya segerombol perampok yang ingin merampas apa saja dan berbuat semaunya. Sementara prinsip yang dipegang oleh para perampok ini adalah “kami mungkin akan masuk neraka, tapi paling tidak kami menikmati perjalanannya”.
Karena itu, dalam tulisan ini kami mengajak siapa saja yang merasa belum bebas untuk mulai memperjuangkan kebebasannya mulai sekarang. Sebelumnya kita harus mengenali prinsip yang dipegang teguh oleh mereka (kolonial). Bahwa tidak ada Negara di dunia ini yang pernah dijajah boleh merdeka. Karena itu, mereka hanya pergi dari Negara jajahannya saat mereka sudah memiliki duplikasi dari diri mereka disana dalam bentuk apapun. Duplikasi sistem pemerintahan, pola pikir, gaya hidup, dan banyak hal lain. Dan itupun belum selesai, sampai tidak ada lagi yang dapat mereka ambil sebagai keuntungan dalam bentuk apapun.
Akhirnya, tidak ada yang dapat kita lakukan untuk mengusir penjajahan dalam bentuk apapun selain menyadari bahwa kita sedang dijajah, mengetahui apa dan siapa yang menjajah kita, mengetahui cara apa yang mereka gunakan untuk menjajah kita, kemudian kita mulai berpikir bagaimana mengalahkan atau paling tidak mencegahnya dengan satu tindakan, yaitu “PERLAWANAN”.
)* Penulis adalah aktifis Pusat Kajian Filsafat dan Theologi (PKFT)Tulungagung

No comments:
Write comments