Wednesday, September 6, 2017

SEMANGAT BADAR

Oleh: Achmad Rois)*
Lama sekali sebelum hari ini aku meninggalkan kebiasaan yang begitu lama aku bangun dengan semangat dan perjuangan. Kebiasaan itu kadang menjadi pelipur kesedihan dalam berbagai polemik kehidupan. Kadang ia adalah konten dari setiap hari yang aku lalui, tapi lebih banyak dari mereka adalah gumpalan imaji dan mimpi. Telah aku putuskan bahwa hari ini adalah hari dimana aku harus menulis dan terus menulis lagi, tak peduli seberapa buntu otakku, seberapa sibuk tubuhku, dan seberapa fit tingkat kesehatanku. Karena harus aku akui secara jujur bahwa hati kecil ini selalu merasa bersalah dan berdosa ketika ada sesuatu yang bisa aku tulis namun tak kunjung aku tulis. Meskipun aku sendiri bahkan tidak tahu dalam golongan mana dosa ini diklasifikasikan oleh malaikat kiriku. Tapi yang pasti, Tuhan, aku mohon ampun untuk dosa itu.

Sebenarnya, tak ada tema yang benar-benar berkualitas untuk kutulis. Tapi jari ini benar-benar rindu dengan keyboard yang sengaja disusun tidak teratur ini. Mengapa demikian aku juga tak tahu, tapi mungkin supaya tidak cepat rusak. Karena jika disusun sesuai urutan abjad mungkin akan lebih mudah dihafal, akhirnya semua orang akan mengetik terlalu cepat di atas papan keyboardnya. Bisa benar, bisa tidak, selalu saja begitu.
Aku teringat sesuatu tentang perang badar dimana pasukan yang dipimpin sendiri oleh Nabi Muhammad SAW berjumlah jauh lebih sedikit dari pasukan musuh. Tempat perang ini berlangsung adalah bukit Badar, dan karena itu pula perang ini disebut perang badar. Sampai hari ini, perang ini diabadikan dalam sebuah puji-pujian, semacam lagu perjuangan untuk mengenang jasa-jasa mereka yang gugur di medan pertempuran. Tapi apakah sebenarnya yang mereka perjuangkan selain Agama Tuhan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad?
Perjalanan dari Madinah ke bukit Badar merupakan perjalanan yang panjang dan sangat melelahkan. Bahkan sebuah riwayat menceritakan bahwa sesampainya di medan perang, mereka semua bahkan tidak layak tempur. Singkatnya, secara logis mereka kalah perang. Baik dari keterbatasan jumlah ataupun kesiapan untuk bertempur. Namun apa yang terjadi? Nabi Muhammad pun bahkan tahu bahwa mereka tidak mungkin menang, dari itu Beliau memohon pertolongan kepada Tuhan. Kemudian apa yang membuat Tuhan berkenan memberikan kemenangan kepada mereka yang bahkan tidak pantas secara logis untuk menang? Ternyata usut punya usut, selain jihad fi sabilillah, mereka juga berperang untuk membela dan melindungi keluarga, sanak famili dan orang-orang lemah yang berada di kampung halaman mereka.
Tema ini kelihatannya menarik untuk diketengahkan di zaman dimana semua orang berlomba-lomba untuk mencukupi kepentingannya sendiri. Bahkan dengan tega merampas hak-hak orang lain dengan berbagai dalih dan kepentingan. Sementara sifat Rohim Tuhan sangat menghargai dan menyayangi orang-orang yang bersedia membela kepentingan kaum marjinal. Masih adakah kesadaran yang sedemikian mulia ditengah hiruk pikuk sekularisasi dan kompetisi kapitalis yang kian menjalar di setiap sektor kehidupan. Jika tidak, kenapa harus sibuk mengelu-elukan shalawat badar setiap maulid dan pada banyak kesempatan setelah adzan. Bukankah ini hanya akan menjadi seonggok teriakan kosong tanpa jiwa dan makna kontemplatif.
Semangat untuk membela kaum lemah atau marjinal ini harus senantiasa dipupuk dan dikembangkan se-lestari mungkin. Siapa lagi yang mewarisi perjuangan mereka, para pejuang badar. Pemimpin-peminpin kita sudah banyak lupa dengan tugas utama mereka. Yang mereka tahu hanya bagaimana bisa menjabat lebih lama dan jadi kaya raya. Jika pemimpin kita tak lagi peduli pada nasib kita dan saudara-saudara kita sebangsa tanah dan air, lantas siapa lagi yang peduli? Tuhankah? Tuhan tidak mungkin harus turun tangan untuk masalah se-sepele ini. Lalu apa gunanya kita dijadikan khalifah jika dengan masalah sekecil ini saja kita menyerah.
Akhirnya, semangat Badar harus mulai tidak hanya dikenang, tapi juga dipribumikan, sosialisasikan dan laksanakan. Tuhan yang akan memberikan kemenangan, meskipun kita tidak pantas secara logis untuk menang.

Anda yang dengan sengaja berbuat sesuatu untuk membela kepentingan kaum Marjinal adalah Para Pejuang Badar yang sedang berperang bersama semangat Nabi Muhammad SAW di Bukit Badar. Tuhan yang akan memberi kemenangan kepada Anda, meskipun kemenangan itu sangat tidak logis untuk Anda terima sebagai Prajurit.

)* Penulis adalah Aktifis Pusat Kajian Filsafat dan Theologi (PKFT) Tulungagung.

No comments:
Write comments