Thursday, April 20, 2017

Gus Dur Tak Pernah Mati, Beliau Hanya Sedang Pergi

Oleh: Achmad Rois)*
Tokoh-tokoh besar yang mempunyai pengaruh significan terhadap dunia adalah orang-orang biasa namun memiliki sikap dan cara-cara yang tidak biasa. Terlepas dari ungkapan ini tepat atau tidak saya letakkan diatas bingkai kebesaran nama seorang Kyai. H. Abdurrahman Ad-dakhil, yang pasti keagungan nama beliau saat ini sudah cukup menjadi bukti bahwa beliau pantas menyandang berbagai gelar terhormat, Pahlawan Nasional, Kyai atau gelar-gelar terhormat lainnya. Beliau sebenarnya orang yang dilahirkan sama dengan saya atau anda (para pembaca). Yang membedakan kita dan beliau adalah cara saya atau anda (para pembaca) dalam bersikap, bertindak, berkata, berpikir dan cara-cara beliau; Gus Dur dalam menyikapi banyak hal. Harus secara jujur saya katakan bahwa, Beliau adalah seorang pemimpin yang profesional dalam memimpin banyak hal. Beliau adalah seorang pemimpin keluarga dengan satu orang istri dan empat orang anak perempuan. Beliau pemimpin sebuah pesantren yang dihuni puluhan ribu orang. Beliau pemimpin puluhan juta warga Nahdatul Ulama atau secara umum sebagai pemimpin Umat Islam yang jumlahnya kurang lebih 75 sampai 80 persen dari keseluruhan rakyat Indonesia. Dan beliau pernah bertindak sebagai pemimpin sebuah Negara dengan penduduk kurang lebih 230 juta jiwa. Dan yang paling besar adalah beliau telah berhasil memimpin diri Beliau sendiri.
Secara esensial, saya, anda (para pembaca) dan beliau sama-sama seorang pemimpin. Paling tidak, kita adalah seorang pemimpin yang sedang memimpin sebuah pribadi yang lemah dihadapan Sang Pencipta. Lalu, sekedar menjadi bahan refleksi untuk kita bersama, Apakah kita sudah cukup berhasil dalam memimpin diri kita sendiri? Apakah kita sudah memimpin dengan cara yang baik, sikap yang bijak, suasana hati yang tulus dan sudahkah kita patuh dan cukup setia kepada kebenaran? Ini adalah pertanyaan yang cukup sulit dijawab, bahkan oleh penulis secara pribadi.
Banyak pihak yang mengatakan bahwa sosok seorang Abdurrahman Wahid adalah sosok manusia yang khulul; (secara sempit dapat diartikan sederhana dan tampil apa adanya). Siapa yang tidak mengagumi Gus Dur dari sisi ke-Ilmu-an, saya yakin, saya dan sebagian besar dari anda (para pembaca) akan setuju dengan statemen saya tersebut. Dari sisi kapasitas seorang Pemimpin Negara, Gus Dur adalah seorang pemimpin yang berhasil dan memiliki kepekaan tinggi terhadap kompleksitas rakyat secara langsung. Kemudian jika dilihat dari sudut pandang seorang pemimpin Agama, tentu tidak akan ada yang meragukan kapasitas Beliau sebagai pemimpin Agama. Beliau adalah seorang Kyai yang baik dan setia kepada kebenaran. Keilmuan beliau dalam memahami ajaran agama tidak dimiliki oleh banyak orang. Kecerdasan beliau yang natural sangat jarang dimiliki oleh orang-orang seperti kita. Tak heran jika beberapa hari yang lalu perdebatan demi perdebatan tentang pantas atau tidak seorang Gus Dur disandangkan gelar sebagai Pahlawan Nasional berlangsung sengit. Tapi, sebagai masyarakat yang awam tentang kriteria pahlawan nasional, secara subjektif saya katakan Gus Dur pantas menyandang gelar Pahlawan Nasional.
Seorang Pemimpin Besar tak perlu sama sekali mengatakan bahwa dirinya adalah Pemimpin yang Besar. Biarlah mereka yang bernaung dibawah kedaulatan yang mereka wakilkan terhadap Gus Dur yang menilai. Nilai-nilai seperti itu sudah ditunjukkan oleh masyarakat sejak beliau memimpin. Kemudian secara lantang dan berani mereka; masyarakat menunjukkan bahwa mereka memberikan nilai A untuk kepemimpinan Gus Dur dalam banyak hal. Wafatnya beliau 30 Desember 2009 yang lalu menjadi saksi bahwa beliau benar-benar sosok yang dihormati oleh masyarakat karena beliau memang pantas dihormati. Bukan karena Beliau adalah putra K.H Wahid Hasyim atau cucu K.H Hasyim Asyari, bukan pula karena Beliau adalah seorang Mantan President Republik Indonesia, tapi sekali lagi; Beliau dihormati karena beliau memang pantas dihormati.
Sejak hari pertama wafatnya beliau sampai hari ini, makam beliau tak pernah sepi dari para peziarah. Padahal banyak dari mereka yang hanya mengenal Gus Dur lewat surat kabar yang sedang anda pegang saat ini ataupun televisi. Entah motivasi apa yang mereka miliki sehingga mereka diharuskan pergi, meskipun baru untuk pertama kali. Tapi yang pasti, mereka; para peziarah datang untuk menghormati karena memang Beliau; Gus Dur pantas dihormati. Sampai kapanpun pengaruh dan kebesaran nama beliau akan dikenag diseluruh penjuru negeri. Oleh umat Islam, Nasrani, Yahudi, Konghucu, Hindu dan Budha. Oleh seniman, politikus, Kyai, pejabat, karyawan, pembantu dan buruh sekalipun. Sang Penakluk tak pernah “Mati”, Beliau hanya sedang Pergi.
)* Penulis adalah Aktivis Pusat Kajian Filsafat dan Theologi (PKFT) Tulungagung

No comments:
Write comments