Pendidikan dalam Kacamata Buruh

Pendidikan dalam Kacamata Buruh


Oleh: Achmad Rois)*
Pendidikan hampir selalu menjadi topik yang menarik sekaligus menantang untuk dibicarakan. Mulai dari citra sampai pada wacana filosofis, kultural, psikologis dan metodologis pendidikan, semua menjadi hal yang hangat dan selalu aktual untuk diketengahkan sebagai menu obrolan sehari-hari. Pembicaraan tentang pendidikan tidak hanya seru saat dibahas oleh mereka yang berasal dari kalangan akademis, tapi juga menarik diketengahkan saat topik tentang pendidikan ramai dibicarakan oleh mereka dari kalangan masyarakat yang berada dalam skala mayoritas.
Masyarakat dalam skala mayoritas ini kami sebut sebagai masyarakat buruh yang memang ada dalam jumlah yang sangat besar. Kebesaran jumlahnya bukan justru menjadi perhatian tetapi lebih sering dimarginalkan dan mendapat perlakuan yang timpang dari kalangan birokrasi atau golongan lain yang berstatus sosial lebih tinggi dari mereka. Hal ini dibuktikan dengan seringnya pemberitaan tentang diskriminasi buruh, baik dari sisi honor, hak memanfaatkan fasilitas Negara sampai dengan pelecehan seksual.
Berangkat dari fakta-fakta di atas, penulis mencoba menelisik lebih lanjut tentang apa sebenarnya pertimbangan mereka sehingga tega memperlakukan buruh dengan perlakuan yang tidak sepantasnya. Salah satu penyebab utama mengapa masyarakat buruh terlampau sering mendapat diskriminasi perlakuan adalah karena komunitas ini dianggap lemah dari sisi edukasi. Kebiasaan ini menjadi membudaya saat kaum edukasi merasa diri mereka lebih pantas dihormati dari yang lain. Asumsi ini kian menjadi parah ketika output pendidikan justru membentuk kaum-kaum elite baru di lingkungannya masing-masing. Hal ini mungkin saja lahir karena minimnya pemahaman tentang pendidikan yang humanis dikalangan para praktisi pendidikan itu sendiri.
Fenomena yang memprihatinkan ini tentu tidak sepenuhnya menjadi kesalahan pihak birokrasi atau mereka yang berada dalam status sosial yang setara dengan birokrasi. Tetapi akan lebih evaluatif jika kita juga menilik bagaimana pandangan para buruh terhadap pentingnya pendidikan jika salah satu penyebab mereka dikesampingkan adalah karena pendidikan itu sendiri. Hal ini diharapkan menjadi sebuah pemahaman yang nantinya bisa menjadi motivasi mereka untuk menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok, tentunya bagi anak-anak mereka sebagai generasi mendatang.
Dr. Muhaimin dalam banyak literaturnya tentang pengembangan kurikulum pendidikan Islam memetakan pandangan masyarakat tentang pendidikan menjadi empat tipologi, antara lain:
1. Masyarakat yang tidak paham pentingnya pendidikan dan biaya pendidikan.

2. Masyarakat yang paham terhadap pentingnya pendidikan, tetapi tidak paham biaya pendidikan.
3. Masyarakat yang paham terhadap pentingnya pendidikan dan biaya pendidikan.
4. Masyarakat yang menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok.


Berdasarkan pemetaan di atas dapatlah kita klasifikasikan bahwa masyarakat buruh cenderung berada pada pemahaman poin satu dan dua terhadap pendidikan. Meskipun demikian, penulis tidak serta merta mengasumsikan bahwa klasifikasi ini berlaku secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, penulis tidak terlalu berani memberikan klaim secara general, karena pada kenyataannya sudah banyak kami jumpai orang-orang tua yang berstatus buruh sudah menempati tipologi ketiga, meskipun jumlahnya lebih sedikit dari yang pertama dan kedua.
Kenyataan ini adalah hal yang sangat menggembirakan bagi para investor peradaban. Karena maju atau mundurnya sebuah tatanan sosial selalu bergantung dari pemahaman dan tingkat keberhasilan proses pendidikan. Itupun jika pendidikan masih berada pada rel idealitas yang tertuang dalam tujuan pendidikan. Sedangkan realitasnya tujuan pendidikan sudah jarang sekali dituangkan secara maksimal dalam proses aktualisasi pembelajaran di kelas.
Untuk tipologi keempat masih cenderung didominasi oleh para penguasa dan kaum kaya yang menyadari keberhasilan mereka dikarnakan pendidikan yang mereka tempuh. Karena sebab itulah mereka menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok melebihi urusan perut mereka. Berbeda halnya dengan masyarakat buruh, sebagian dari mereka mungkin berada dalam pemahaman yang baik tentang pendidikan (2 dan 3, atau bahkan 4), tetapi kendalanya ada dari sisi ekonomi mereka yang tergolong pada kelas menengah ke bawah. Ini menjadi ironis saat idealitas ternyata timpang dengan realitas sebagai faktor penghambat utama.
Berdasarkan pemaparan ini, harapan utama kembali tertumpu pada birokrasi dan penguasa, baik penguasa politis atau penguasa moneter. Pemerintah memegang peranan strategis terhadap fenomena ini. Langkah awal adalah penyadaran akan pentingnya pendidikan. Ini bisa dilakukan secara komunal atau individual, semisal dengan penyuluhan-penyuluhan dan menggencarkan arti pentingnya pendidikan melalui media. Setelah itu, pendidikan harus didukung dengan kekuatan yuridis dalam implementasi yang realistis. Pencanangan program-program merakyat dan menampung serta merealisasikan aspirasi masyarakat juga menjadi jalan lain yang harus dilakukan dalam upaya implementasi kebijakan. Dari sisi buruh sendiri, pemahaman ini harus ternanam kokoh dalam segenap aktifitas sehari-hari bahwa dengan pendidikan yang memadahi semuanya akan menjadi mudah, pada akhirnya. Sekian, semoga bermanfaat dan salam pergerakan.
)* Masalah ekonomi yang tidak memadahi tentu bukan pilihan siapapun, tetapi berpendidikan adalah pilihan yang bisa diambil oleh siapapun.
ISLAM DALAM IDEALITAS

ISLAM DALAM IDEALITAS


Oleh: Achmad Rois)*
Islam merupakan agama yang paripurna dan satu-satunya agama yang mendapatkan legitimasi dari Allah SWT. Selain itu, Islam juga berperan sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, yang termasuk di dalamnya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sebagai makhluk Tuhan yang progressif, dinamis, dan inovatif, manusia membutuhkan sarana untuk mengembangkan diri secara dinamis dan berkelanjutan. Salah satu media yang paling tepat dan mungkin untuk mengembangkan potensi tersebut adalah melalui pendidikan. Pendidikan tidak akan selesai dalam ukuran durative ataupun temporer. Namun untuk sampai pada tingkat yang diharapkan sebagai cita-cita pendidikan Islam, manusia harus mengenal dan memahami beberapa prinsip dasar Islam yang pada akhirnya kembali kepada Alqur’an dan Sunnah.
Alqur’an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslimin. Di dalamnya terkandung prinsip-prinsip dasar yang menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa sampai kapanpun, karena ia hadir secara fungsional untuk memecahkan problem kemanusiaan. Lantas kenapa saat ini masih ada saja persoalan manusia yang seakan tak kunjung selesai? Jawabanya mudah, karena saat ini masyarakat lebih berpedoman kepada SUZUKI sebagai way of life, dan mengesampingan Alqur’an. Jadi, jangan salahkan Alqur’an dengan alasan tidak fungsional, tapi lihat pada diri kita, apa kita sudah cukup berhasil menjadikan Alqur’an sebagai way of life layaknya SUZUKI.
Setelah persoalan prinsip selesai atau paling tidak dianggap selesai, maka apa sebenarnya yang dicita-citakan Alqur’an dalam ruang aplikatif? Tentu saja sebuah tatanan kehidupan yang stabil dan kondusif menurut prinsip yang telah disediakan Alqur’an. Kita tentu sudah sering mendengar istilah “Masyarakat Madani”, lalu apa sebenarnya makna dari term ini. Mari kita sebutkan beberapa.
Kamaruzzaman dalam bukunya Islam Historis Dinamika Studi Islam di Indonesia menyebutkan “Masyarakat Madani” berasal dari term Madani. Kemudian Nurcholis Madjid memandang bahwa konsep Madaniyyah memiliki arti peradaban. Adapun Madinah adalah pola kehidupan sosial yang sopan yang ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh pada peraturan hukum.[1] Ini merupakan defenisi secara garis besar, karena itu defenisi ini masih memerlukan penjelasan yg lebih mudah dimengerti. Jadi biarkan saya memperjelasnya dalam istilah awam.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang tinggal di wilayah tertentu. Sedangkan Madani dalam bahasa jawa diartikan Menyamai atau Menyerupai. Namun sebenarnya Madani diambil dari term Madinah yg berarti Kota. Jadi, katakan saja Masyarakat Madani adalah Masyarakat yang Menyerupai. Kemudian timbul pertanyaan, seperti apa yang harus diserupai? Sampai sini jelaslah sudah bahwa konsep masyarakat yang diinginkan Alqur’an adalah sebuah tatanan masyarakat yang ideal seperti yang pernah diukir Nabi Muhammad SAW dalam sejarah perkembangan Islam berabad-abad yang lalu. Adapun mengenai seperti apa tatanan masyarakat yang ideal itu akan kita bahas dalam kesempatan lain yang lebih berkualitas dan pas.
Allah SWT juga telah menyatakan bahwa Islam adalah agama fitrah atau agama yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia. Sedangkan yang dimaksud fitrah adalah roh atau nurani manusia. Dalam bahasa sehari-hari, barangkali bisa juga disebut dengan istilah “hati kecil”, fitrah ini telah ada jauh sebelum manusia lahir kedunia ini, yakni sejak zaman azali, saat itu semua janin yang ditiupkan kepadanya roh dari Tuhannya ditanya oleh-Nya “Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka semua menjawab Betul (engkaulah Tuhan kami), kami bersaksi (QS. Al-Araf: 172)”.[2]
Fitrah manusia adalah bertauhid atau meng-Esa-kan Tuhan. Secara substansial, manusia adalah makhluk ber-Tuhan atau selalu tergantung kepada Tuhan. Karena itu, kenyamanan hati seorang manusia sangat bergantung kepada sebuah peredikat yaitu “hamba Tuhan”. Namun masalahnya, apakah kita yang dengan jelas pernah berikrar meng-Esa-kan Tuhan itu benar-benar mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan setelah kita keluar dari rahim ibu kita. Di sinilah mulai terjadi kesenjangan antara ikrar awal dan implementasinya dalam menjalani hidup. Ada banyak dari kita yang tidak lagi menghamba kepada Tuhan. Satu waktu kita menjadi hamba uang, wanita, pria, pekerjaan, perut dan bawahnya sedikit. Dari itu mulailah berdoa, semoga Tuhan memaklumi kekhilafan ini dan memberi ampunan pada kita yang hina ini. Tapi yang membuat kita lebih hina adalah ketidak sadaran akan kehinaan kita sendiri.
Sementara Syaikh Muhammad Abduh dalam bukunya Islam Ilmu Pengetahuan Dan Masyarakat Madani mengatakan bahwa prinsip dasar pertama yang terdapat dalam Islam adalah pertimbangan. Pertimbangan dalam Islam merupakan sarana mencapai keimanan yang murni. Kadang kita dapat membuktikan dengan dalil dan kadang dari akal.[3] Ini adalah bukti bahwa Islam sangat menghargai akal manusia yang normal dalam mempertimbangkan banyak hal dalam hidup. Namun yang perlu digaris bawahi adalah pertimbangan yang sesuai dengan yang diinginkan Islam itu sendiri, yaitu Alqur’an dan Sunnah.
Sampai di sini jelaslah sudah betapa pentingnya Alqur’an dan Sunnah dalam segala hal untuk melandasi sikap dan cara bertindak kita setiap hari. Kemuliaan cita-cita ideal Islam dalam membentuk sebuah peradaban yang berideologi Islami sudah sepatutnya menjadi prinsip yang dijalani para pemuka-pemuka Islam dalam memimpin masyarakat. Masyarakatnya pun harus menjadikan pengetahuan tentang peradaban Islam yang ideal menjadi sebuah wacana dan kajian-kajian sosial yang pada akhirnya bisa selesai dalam tataran aplikatif. Jadi, cita-cita membentuk peradaban Islami tidak hanya selesai pada masa Rasulullah SAW saat berada di Madinah, tapi lebih dari itu, sebuah peradaban Islam di seluruh belahan dunia.
Islam dalam kebesaran nama dan kuantitas tidak boleh kalah dengan Yahudi. Yahudi dengan mega proyeknya “novus ordo seclorum” sudah hampir, bahkan bisa dikatakan berhasil menciptakan sebuah new word order, yaitu sekularisasi dunia, dan generasi Islam harus tahu ini. Generasi Islam harus melawan semua pengaruh yang diciptakan Yahudi dengan ideologi Qur’ani. Masyaraat Islam harus mulai menyadari ini dan segera bergegas membuka, membaca, memahami dan mengamalkan The Way of Life-nya Islam, bukan way of life-nya SUZUKI.
)* Penulis adalah Pengkhawatir akut dalam perenungan yang sangat dangkal.
[1] Kamaruzzaman Bustaman-Ahmad, Islam Historis Dinamika Studi Islam di Indonesia, Yogyakarta, Galang Pres, 2002, hal. 87.

[2] Muhyidin Al barobis, Islam itu Mudah, Jakarta CV Artha Rivera, 2008, hal. 10.
[3] Syaikh Muhammad Abduh, Islam Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat Madani, Jakarta PT Raya Grafindo Persada, 2005, hal 126.

MEKKAH BUKAN LAGI TANAH SUCI

MEKKAH BUKAN LAGI TANAH SUCI


Oleh: Achmad Rois)*
Pembicaraan tentang agama adalah pembicaraan mencolok, kuno dan basi. Namun mengapa topik ini tidak pernah habis dan selesai dibahas sampai abad kapanpun. Apakah ini karena selalu ada hal menarik untuk dibahas dalam topik tersebut? Atau karena perbincangan tersebut sengaja diciptakan dengan harapan akan ada konflik yang kemudian tercipta dari hasil perbincangan itu? Atau karena konflik yang selalu ada inilah yang kemudian mengundang setiap orang tertarik membicarakan topik ini.
Keberagaman agama di muka bumi menjadi warna tersendiri dalam mewarnai fenomena sosial yang silih berganti. Kejadian-kejadian baik yang bersifat positif terhadap agama atau yang menghinakan agama sekalipun kerap sekali tampil dalam kacamata media. Kejadian dengan korban yang tidak bisa dikatakan sedikit ini sering meliputi sisa-sisa air mata konyol yang seharusnya tidak tercurah untuk itu. Berapa banyak anak-anak menjadi yatim karena dalih ilahiah dalam anarkisme mereka? Dan seberapa sering konflik penistaan agama menjadi perdebatan-perdebatan sengit antara politikus, agamawan bahkan seniman?
Islam dalam perkembangnnya secara kuantitas mencapai taraf yang cukup menggembirakan dari abad klasik sampai sekarang. Ini dipicu dari kefleksibelan ajaran islam itu sendiri, sehingga begitu mudah tertanam rapi dalam diri penganutnya. Selain itu, tingginya popolasi umat Islam diseluruh dunia menjadi faktor lain dari tingginya penganut Islam warisan. Kemudian pesatnya penyebaran ajaran Islam juga dikarenakan dari ke-universalan nilai-nilai Islam itu sendiri. Nilai-nilainya yang familiar dan logis seringkali memiliki pengaruh significan terhadap kedamaian dan ketentraman pribadi penganutnya.
Kemajuan inilah yang pada akhirnya menjadi masalah utama umat Islam sendiri. Mengapa demikian? Umat Islam yang kini berada dalam kebesaran secara kuantitas dan kualitas cenderung lupa pada jerih payah pembawanya (Muhammad). Mereka sedang terlena dalam kebesaran yang tanpa mereka sadari menjadi focus yang begitu mudah dimasuki oleh para orientalis. Umat Islam merasa dirinya aman dalam kejayaan yang pernah dicapainya dalam banyak peristiwa dimasa lalu. Sehingga sekarang mereka pikir adalah saat menikmati hasil itu, padahal hari ini adalah awal kehancuran.
Islam sebagai organisasi yang besar secara kuantitas dan pengaruh tentu tidak mudah dan begitu saja bisa dihancurkan. Maka dari itu jalur utama yang ditempuh para orientalis untuk menghancurkan umat Islam adalah melalui perpecahan. Karena hanya dengan jalur itulah mereka mampu melihat kekuatan persatuan umat Islam pada akhirnya melemah. Sekarang masalahnya justru ada pada kubu umat Islam itu sendiri. Para orientalis tidak perlu lagi bekerja terlalu keras untuk memecah belah persatuan umat Islam, karena tanpa mereka sadari, mereka telah terjebak dalam indahnya konsep pluralisme yang tidak mereka pahami secara utuh dari sisi aplikatif. Para orientalis hanya perlu mengakomodir setiap konflik yang terjadi dan pada akhirnya menjadi keuntungan yang begitu besar dari visi penghancuran yang nyata. Jadi, Islam tidak lagi perlu dihancurkan dari luar, karena yang di dalam sudah membawa panji-panji yang mampu menghacurkan bangunan kokoh itu lebih cepat.
Dari sisi pengaruh, Islam sudah tidak diragukan dan diceritakan lagi. Karena kenyataan akan berbicara lebih lantang dari apa yang mampu dibuat oleh cerita. Maka dari itu jalur kedua yang harus ditempuh adalah mendistorsi pengaruh tersebut. Orientalis sudah sejak lama menggiring dan menciptakan opini public kearah tersebut. Mereka menciptakan image-image negative secara significan terhadap sekecil-kecilnya konflik yang terjadi dalam kubu umat Islam, bahkan sampai pada konflik yang sifatnya personal sekalipun. Pencitraan negative ini semakin lama akan mengikis kuatnya pengaruh yang ditimbulkan umat Islam. Fakta yang sudah sangat jelas adalah perpecahan internal itu sendiri. Fakta ini mempunyai pengaruh significan dalam pencitraan negative dunia Islam yang akibatnya adalah skeptisme dan hilangnya kepercayaan dunia terhadap ajaran Islam yang universal dan penuh keindahan.
Ketiga adalah mencoba menghilangkan bukti nyata keberadaan dan kejayaan Islam dimasa lalu. Dengan apa mereka (para orientalis) melakukan ini? Salah satunya adalah dengan mencoba menghancurkan makam Nabi Muhammad dengan berbagai cara, dan penghancuran Masjidil Aqsha dengan berbagai alasan yang berujung pada kepentingan politis, ideologis dan financial. Salah satunya adalah dengan membentuk Jaringan Islam yang sekuler dan liberal kemudian menggelontorkan isu pelarangan ziaroh ke makam Nabi dengan pretensi akan mendekatkan diri pada kesyirikan. Kemudian jika anda berfikir, apakah keuntungan mereka jika proyek ini berhasil?
Menurut anda, adakah agama selain Islam yang memiliki bukti yang jelas dari sisi arkeologis seperti makam Nabi Muhammad SAW yang mulia. Kalaupun ada, saya belum menemukan dan meyakini keberadaannya (selain Islam). Dari sini jelaslah sudah bahwa jika makam Nabi berhasil mereka musnahkan, maka mudah saja bagi mereka mengombang-ambingkan keyakinan generasi Islam dimasa mendatang dengan memupuk benih-benih keraguan terhadap otentitas ajaran Islam. Yah, meskipun Alqur’an dan Hadist adalah sumber otentitas ajaran Islam, tapi pada siapa Alqur’an diturunkan dan Hadist dilekatkan jika bukan pada Rasulullah SAW? Ini merupakan agenda besar yang sudah mereka (orientalis) proyeksikan ratusan tahun yang lalu. Dan ini adalah bukti nyata keseriusan mereka untuk benar-benar memusnahkan tatanan peradaban Islam yang sudah kokoh selama berabad-abad.
Agenda besar mereka yang lain adalah menguasai pusat peribadatan umat Islam, yaitu Mekkah. Secara politis Saudi Arabia sudah sepenuhnya dikuasai oleh para orientalis. Bahkan ketundukan mereka melebihi kemampuan mereka melawan dan menghancurkan Negara orientalis tersebut. Masjidil Haram yang kita ketahui sebagai tanah suci dan tak pernah berhenti dikunjungi setiap tahun oleh ratusan ribu bahkan lebih umat Islam, sudah sejak lama dimanfaatkan oleh orientalis, paling tidak dari sisi financial. Buktinya, ada banyak bangunan megah bertuliskan arab namun jika dibaca, bacaannya sama sekali bukan seperti nama orang arab. Lalu nama siapa? Siapa lagi kalau bukan nama orientalis.
Mari kita perjelas, Mekkah dikunjungi ratusan ribu orang setiap tahun dari seluruh penjuru dunia. Mereka butuh tempat bermalam selama disana. Kemudian pemerintah Saudi membangunkan hotel-hotel untuk mereka sewa dan tempati sementara. Benar-benar tujuan mulia bukan? Tapi mari kita teruskan. Jika hotel-hotel itu benar-benar dibangun oleh orang Saudi, atau paling tidak orang arab, berarti hotel-hotel tersebut dinamai dengan nama-nama orang arab, atau paling tidak dengan istilah-istilah arab. Tapi apa yang anda temui? Nama itu sama sekali bukan nama orang arab, meskipun namanya ditulis dengan tulisan arab. Lalu apa yang jadi permasalahan? Masalahnya tentu nama siapakah itu? Islamkah atau bukan? Jika bukan, siapa dia dan apa kepentingannya? Itu adalah nama bangsa non-Islam yang tidak mau disebut orientalis. Tapi perlu kita ketahui bahwa 1% dari hasil hotel-hotel tersebut adalah biaya yang dialokasikan untuk membiayai agenda penghancuran umat Islam dimuka bumi.
Terlalu panjang jika harus menguak fakta tentang mulianya kaum yahudi ditanah arab. Biarlah anda temukan sendiri nanti, agar mata anda lebih terbuka dan menanggapi fenomena ini dengan fikiran yang jernih. Tulisan ini didedikasikan untuk seluruh umat Islam yang masih peduli terhadap keislamannya. Paling tidak, mulailah menyadari kebodohan kita sehingga begitu mudahnya kita dipecah belah dan diadu domba. Begitu mudahnya SDA dan SDM kita dieksploitasi untuk menghancurkan diri kita sendiri. Dan yang paling parah, cara pandang dan pola pikir kita yang sudah dikonstruk dalam satu kata yang paling kotor, yaitu M.O.D.E.R.N.
)* Penulis adalah Pengiat literasi di Kabupaten Siak.
Persoalan Paradigma (Analisis Korupsi di Indonesia)

Persoalan Paradigma (Analisis Korupsi di Indonesia)


Oleh: Achmad Rois)*
Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan luar biasa. Sumber daya alamnya seakan tak terbatas dimakan waktu. Kepemilikan sumber daya tak terbatas ini terbukti dengan banyaknya Negara yang mencoba menjajah Indonesia dengan alasan tersebut, baik pada masa lalu ataupun sampai hari ini. Sudah tidak perlu diragukan lagi bahwa kekayaan bangsa ini melebihi apa yang dibutuhkan seluruh rakyat yang tinggal dalam batas territorial. Tapi idelalitas ini menjadi senjang dengan banyaknya rakyat miskin, pengangguran dalam jumlah besar, kurs mata uang yang rendah dan tingkat korupsi yang kian melangit.
SAJAK MENGENANG

SAJAK MENGENANG


Oleh: Achmad Rois)*
“BIARKAN MEREKA MENGENALMU SECARA WAJAR, TAPI PERKENALKAN DIRIMU DALAM KETIDAKWAJARAN YANG LOGIS”
Aku, seorang laki-laki yang meninggalkan banyak kenangan kira-kira hampir enam tahun yang lalu. Beberapa hari yang lalu kenangan itu muncul begitu deras, menjadikan aktifitasku penuh dengan keceriaan yang sudah tidak kutemui sejak lima tahun yang lalu. Aku sendiri sebenarnya tidak begitu mengerti, mengapa kebanyakan orang harus berselisih paham terhadap masa lalu yang diciptakannya sendiri. Padahal aku dalam beberapa hari ini begitu banyak menikmati betapa posotifnya energy yang kudapatkan lantaran aku terlanjur berdamai dengan semua yang sudah pernah terjadi waktu itu.
Aku waktu itu adalah remaja yang tidak begitu tampan, namun sebagian orang berkata bahwa ada banyak hal menawan yang senantiasa tanpa kusadari tampil kepermukaan. Apapun itu, semua kusadari bukan karena ketampananan, tapi menurut psikiater terakhir yang aku hubungi, dia bilang aku sedang dalam zona rawat jalan. Aku lebih suka hidup dalam prilaku yang oleh banyak orang dianggap tak wajar, namun lambat laun ketidak wajaran itu menjadi sesuatu yang indah dan tak pernah mereka temukan tanpa kehadiranku di sekeliling mereka. Kemudian pada akhirnya ketidak wajaran itu mereka sukai sebagai sebuah prilaku yang mesti direnungkan.
Hidup ini tak perlu banyak kenangan, cukuplah beberapa saja. Kenangan seperti buaian angan dalam mimpi yang berayun bergelantung di awan. Mereka muncul terkadang dari sebab yang tak pernah kita duga dan kira-kirakan. Suatu waktu mereka hadir bersama nada dering, tetapi untuk zaman ini, mereka lebih sering muncul di situs-situs social. Sebelum tidur meracau, bangun tidur begitu dan mau makan kadang-kadang begitu juga. Tanpa lelah sepertinya mereka mengganguku dengan kebahagiaan. Kebahagiaan yang lambat laun menjadi sesuatu yang kuat dan tidak bisa dihitung dalam takaran yang sulit.
Saat persepsi menjadi sulit sekali dimengerti, aku kemudian kembali dalam jurang mimpi yang lama sudah kubangun dari balik jeruji. Ada banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi secara bertubi, sementara reaksinya belum diperhitungkan sama sekali. Lantas kenapa kita harus mempersulit diri dan hidup ini. Hidup ini terlalu indah untuk disakiti, jadi biarkan dia memilih jalan-jalan yang dia sukai. Tak perlu riskan pada kebebasannya memilih, karena hari ini, kebebasan lebih sering membelenggu dan meyakiti. Lagipula, sebenarnya kebebasan itu hanya wacana, tak pernah ada walau sekeping dalam realita.
Sahabatku yang saat ini banyak dan dimana-mana, berdamailah dengan masa lalumu dan jangan pernah sesalkan apa yang sudah terjadi. Kebahagiaanmu hari ini adalah hasil deklarasi perdamaianmu dengan masa lalu. Jadi patuhi perjanjian itu sebagai sesuatu yang mesti kau jalani dalam keadaan apapun yang nanti kau temui. Kebersamaanmu waktu itu adalah jalan penuh duri yang tidak berada ditengah jalan untuk dihindari. Karena terkadang sesuatu yang indah itu dimulai dari rasa sakit, keburukan, kerusakan atau apapun yang tidak kita inginan terjadi.
Kemudian suatu pagi aku terbangun karena sengitnya gigitan nyamuk lantaran Tuhan tidak memberi mereka pilihan lain, selain menghisap darah penidur pulas. Aku bangkit menyisihkan keluhan di atas jemuran kawat yang berada tidak jauh dari kamar mandi. Kubiarkan rasa kantukku tetap di atas karpet karena aku khawatir sesaat lagi aku ingin kembali kesana. Kubasuh muka berdosa ini dengan air keruh, lalu kucaci secara sadar hati gemuruh yang berguncang dalam setiap pengaruh. Tapi ternyata, ini rindu ntah pada siapa. Namun yang pasti, topik kita hari ini adalah masa lalu dalam banyak hitungan tragedy.
Ada banyak nama yang sulit kuingat setiapa saat, namun ada beberapa yang tak mungkin kulupa. Mereka sering hadir disela-sela tombol hand phone, di bawah karpet, ensel lemari, tumpukan buku-buku, jemuran, dan pintu. Suara mereka terdengar tiap kali aku menutup pintu dan menyapu halaman rumah penuh dedaunan dan debu. Kemudian wajahnya hadir saat mata terkilir setir menimpa semilir angin seperti kincir yang diplintir. Kemudian ternyata, aku mulai merindukan kalian yang dalam sedikit sekali kesempatan untuk bisa bertemu. Dari itu, dengarkanlah ini, biarkan aku mengenang kalian dalam kehangatan mentari dan keseragaman pelangi. Salam rindu selalu, untuk saat yang tempatnya selalu bergantung pada waktu.
)* Penulis adalah Peziarah Ghaib yang saat ini kesepian menanti kelelahan jiwanya pergi dalam bayang kerinduan, meskipun itu bukan cinta kasih.
Tuhankah pemicu pertikaian ?

Tuhankah pemicu pertikaian ?

Oleh: Achmad Rois)*


Ketahuilah, bahwa hidup dengan sepenuhnya ikhlas dalam kebaikan, adalah persiapan bagi kehidupan abadi yang indah dan mulia bersama semua jiwa terkemuka di surga nanti. (Mario Teguh)
Indonesia adalah Negara dengan penduduk yang tidak sedikit. Terdiri dari ribuan pulau dengan segala keindahan alam dan budayanya masing-masing. Keragamannya pernah terlihat indah bersama keagungan namanya dibelahan dunia yang lain. Pesona alamnya mampu meningkatkan income masyarakat sekitar sekaligus Negara dengan hak territorial dan perpajakannya. Keramahan penduduknya menjadi kepuasan dan keyamanan tersendiri bagi para wisatawan. Kesejukan alamnya adalah nikmat dan anugrah Tuhan yang sulit sekali disyukuri tanpa kesadaran akan manfaat yang diberi.
ANIMALISASI HUMAN (Sebuah Refleksi)

ANIMALISASI HUMAN (Sebuah Refleksi)

Oleh: Achmad Rois)*


Manusia adalah makhluk dalam banyak defenisi yang diciptakannya sendiri dengan pengetahuannya yang sangat terbatas. Pendefenisian tersebut dilakukannya untuk berbagai tujuan, sesuai dengan apa yang mereka pahami tentang apa sebenarnya mereka dan untuk apa mereka dicptakan. Mereka yang gandrung dalam peliknya masalah social mendefenisikan manusia sebagai makhluk social, makhluk yang membutuhkan banyak interaksi dengan orang lain atau makhluk yang (hampir bisa dikatakan) tidak bisa hidup tanpa ada orang lain. Dengan defenisi yang tenar ini, kita sering lupa untuk berkaca bahwa kita tidak pernah bisa dibedakan dengan hewan. Karena adakah makhluk didunia ini yang diciptakan Tuhan tanpa kemampuan berinteraksi dengan sesamanya, paling tidak untuk urusan reproduksi demi mempertahankan spesies mereka. Karena itu mari kita ingat ini, manusia dalam arti makhluk social adalah binatang dengan makna yang mengandung kelemahan paling lengkap.

PENGHUNI TERAKHIR

PENGHUNI TERAKHIR

Oleh: Achmad Rois)*


Perkembangan dunia modern dari era ke era terus bergulir seperti tak bisa lagi dibendung. Pesatnya kemajuan tekhnologi, sains, media dan berbagai sarana prasarana kehidupan lain semakin melesat seperti angin, tak terlihat, meskipun kadang ia muncul bersama raut yang menyedihkan atau menggembirakan.
Di abad 21 ini, siapa yang tak kenal televisi. Televisi merupakan sebuah bukti nyata pesatnya perkembangan teknologi. Penggunaan komunikasi antar satelit yang canggih, sambungan langsung jarak jauh dan banyak lagi fitur lain yang dapat kita nikmati tanpa harus keluar rumah untuk menjelajahi benua lain dalam sekejap. Yah, benua Media tepatnya. Siang kecelakaan di Negara anu disiarkan di stasiun televisi ini, kemudian sorenya gempa di propinsi anu disiarkan di stasiun televisi itu.